Rabu, 03 Desember 2008

Frans Nadjira: Jangan Takut Jadi Penyair


"JANGAN takut jadi penyair!" Begitulah pesan penyair senior Bali, Frans Nadjira dalam sebuah diskusi di Denpasar beberapa tahun lalu. Memang, diakui Frans, menjadi penyair tidak memberikan keuntungan material. Karenanya, seorang penyair yang sedang berproses menjadi penyair jangan berharap apa-apa dari kegiatannya menyair. Malah, menurut dia, sang penyairlah yang mesti memberi untuk sajak.
"Inilah sumbangan kita kepada bangsa dan negara," ujarnya. Menulis sajak merupakan salah satu upaya untuk menghidupkan bahasa. Menghidupkan bahasa berarti menghidupkan bangsa karena bahasa menunjukkan suatu bangsa.

Penyair yang dikenal dengan sajaknya berjudul, "Pohon Kesayangan Burung-burung Terbakar" ini menganggap sajak memiliki kekuatan mahadahsyat. Dia mencontohkan ketika tiga buah sajaknya dimuat di harian Kompas beberapa tahun lalu. Saat itu, dia mendapat telepon dari teman-temannya yang sudah lama tidak pernah bertemu atau berkomunikasi lagi dengannya.
"Malah, ada yang bertanya kepada saya, 'Kamu masih hidup ya? Aku kira kamu sudah mati.' Wah, berarti sajak itu memiliki kekuatan dahsyat," tutur Frans.
Frans kemudian bercerita, ketiga sajaknya itu sesungguhnya sudah disimpannya cukup lama. Namun, karena ingin 'memanas-manasi' penyair-penyair muda di Bali, dia mengirim sajak-sajaknya itu ke Kompas. "Kalian yang muda-muda mestinya terus menulis. Aku saja yang tua begini masih menulis. Bahkan, mau mati sekali pun harus tetap menulis!"
Memang, Frans merupakan satu di antara jajaran penyair Bali yang tetap menulis meski usianya sudah kian senja. Lelaki kelahiran Makasar, 3 September 1942 ini tidak saja dikenal sebagai penyair, tetapi juga cerpenis dan pekukis.
Pada dasa warsa 60-an, FRansbergiat pada kalangan sastra dan seni di Jakarta. Lukisannya dipamerkan pertama kali di Taman Ismail Marzuki pada tahun 1970. Tahun 1974, dia pindah ke Denpasar meneruskana metode melukis psikografi sekaligus melakukan berbagai kegiatan pengembangan sastra di Bali.
Sudah cukup banyak sajaknya yang dibukukan. Dua kumpulan sajak tungalnya, Jendela Jadikan Sajak (2003) dan Curriculum Vitae (2007). Sebuah buku kumpulan cerpen diterbitkannya tahun 2004 bertajuk Bercakap-cakap di Bawah Guguran Daun-daun.

Tidak ada komentar: