Kamis, 04 Desember 2008

Menengok Buku-buku Kumpulan Cerpen Cerpenis Bali


DALAM jagat cerpen Indonesia, Bali tergolong cukup diperhitungkan. Pasalnya, pulau mungil ini memiliki banyak cerpenis. Mulai dari Nyoman Rastha Sindu dari generasi tahun 70-an --yang terkenal dengan cerpennya, “Ketika Kentongan Dipukul di Bale Banjar” yang dipilih sebagai cerpen terbaik oleh Majalah Horizon-- hingga Kadek Sonia Piscayanti. Karya-karya mereka tersebar di berbagai media massa massa cetak nasional, baik media umum maupun media khusus sastra.
Selain itu, banyak juga cerpenis-cerpenis Bali yang menerbitkan cerpen-cerpennya dalam buku kumpulan cerpen. Penerbitan cerpen para cerpenis Bali dalam buku kumpulan cerpen sendiri mulai gencar terlihat sejak tahun 2001 lalu. Oka Rusmini, cerpenis, novelis dan penyair yang juga wartawan Bali Post menerbitkan buku kumpulan cerpen, Sagra. Oka Rusmini sempat mendapat Penghargaan Penulisan Karya Sastra 2003 untuk novelnya, Tarian Bumi.

Tahun 2003, cerpenis, penyair dan wartawan Kompas, Putu Fajar Arcana menerbitkan buku kumpulan cerpen, Bunga Jepun. Dua tahun kemudian, Fajar Arcana kembali menerbitkan buku kumpulan cerpennya, Samsara.
Pada tahun 2004, penyair, novelis dan cerpenis yang sempat menjadi tahanan politik (tapol), Putu Oka Sukanta menerbitkan buku kumpulan cerpen, Rindu Terluka. Sebelumnya, Putu memang terbilang sudah banyak menerbitkan buku kumpulan cerpen, novelet dan puisi.
Setahun kemudian, penyair dan cerpenis, Wayan “Jengki Sunarta” tampil dengan dua buku kumpulan cerpennya. Pertama, Cakra Punarbhawa yang diterbitkan Gramedia serta Purnama di Atas Pura yang diterbitkan Grasindo. Akhir 2005, cerpenis, novelis dan kritikus sastra, Sunaryono Basuki Ks juga meramaikan buku kumpulan cerpen dengan Sepasang Kera yang Berjalan dari Pura ke Pura.
Januari 2006, cerpenis, novelis dan wartawan, Gde Aryantha Soethama menggebrak dengan buku kumpulan cerpennya, Mandi Api. Bahkan, buku Aryantha ini mendapat hadiah Khatulistiwa Award. Dialah sastrawan Bali pertama yang mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut.
Tahun 2007, dunia buku kumpulan cerpen di Bali kian semarak dengan terbitnya tiga buku kumpulan cerpen dari tiga cerpenis. Buku pertama dari Kadek Sonia Piscayanti, Karena Saya Ingin Berlari. Buku kedua dan ketiga terbit berkaitan penganugerahan Widya Pataka dari Gubernur Bali yakni Padi Dumadi karya Made Adnyana Ole dan Penari Sanghyang karya Mas Ruscitadewi.
Selain buku-buku kumpulan cerpen tunggal, terbit pula buku kumpulan cerpen bersama sejumlah cerpenis. Bali Post menerbitkan buku kumpulan cerpen Obituari bagi yang tak Mati yang memuat 10 cerpen terbaik Bali Post 2001. Kompas juga menerbitkan buku kumpulan cerpen pilihan Kompas 2004, Sepi pun Menari di Tepi Hari yang memuat tiga cerpen pengarang Bali yakni Cok Sawitri, Putu Fajar Arcana dan Wayan Sunarta.
Dari sekian banyak buku kumpulan cerpen yang terbit, tema-tema yang diangkat masih berkisar ketegangan antara tradisi dan modernitas di Bali. Bahkan, pada cerpen-cerpen Aryantha Soethama warna ketegangan itu sangat terasa.

Tidak ada komentar: